ILUSTRASI
Resmi Ahok atau Basuki Thacahaya Purnama divonis bersalah kasus
penistaan agama islam. Atas kasus itu Gubernur non akatif DKI tersebut
dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh pengadilan Tinggi Negeri Jakarta. Hal
itu mendatangkan respon dari berbagai pihak dan elemen masyarakat. Baik respon
yang mendukung Ahok masuk penjara maupun penolakan terhadap keputusan tersebut.
Penolakan keputusan terhadap Ahok oleh berbagai elemen masayarakat
diekspresikan dengan berbagai bentuk, ada yang demonstrasi damai dan nyalalakan
lilin. Menyalakan Lilin tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terjadi di
negara lain. Lilin dinyalakan disertai orasi-orasi kebangsaan, lagu
kenegaraan, dan spanduk-sepanduk yang menuliskan “tolak radikalisme, jaga
Bhineka Tunggal Ika, NKRI harga Mati, dan lain sebagainya.
Harus diakui bahwa, dibalik
tuntutan membebaskan Ahok ada begitu banyak tuntan yang disuarakan oleh
masayarakat, atau dibalik kekecewaan putusan hakim yang dijatuhkan pada Ahok
ada sejumlah kekewatiran atau kecemasan anak bangsa terhadap bumi pertiwi.
Menyalakan lilin adalah gerakkan nurani. Tanda masih kuatnya
perhatian publik akan kejujuran, kebenaran, keadilan dan supermasi hukum.
Masih kuatnya kerinduan masyarakat akan pemimpin yang berani jujur,
pemimpin yang tulus melayani rakyat. Masih kuatnya kerinduan masyarakat akan
demokrasi yang jujur tanpa tekanan.
Lilin dinyalakan adalah panggilan nurani anak bangsa untuk
saling memerangi berbagai ketimpangan yang serentak menjadi kecemasan. Gerakan
nurani tersebut sebagai bentuk kerinduan rakyat akan pemimpin yang memihak pada
kepentingan rakyat, kerinduan akan pemimpin yang menolak korupsi, menolak
radikalisme dan menolak seluruh kelompok yang merongrong empat pilar landasan
bangsa , yakni Pancasila, UUN 19145, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Kecemasan akan radikalisme dan masuknya individu atau kelompok
yang ingin menggangu pilar-pilar bangsa adalah kecemasan semua pihak yang
dengan sadar dan sengaja mencintai Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.
Masuknya ormas radikal mengkrisiskan nilai-nilai toleransi yang menjadi
kebanggaan bangsa. Hal ini akan semakin rumit bila dikaitkan dengan agama, atau
mengatasnamakan agama. Namun bangsa akan semakin bijaksana bila semua warganya
menjadikan kebajikan-kebajikan agamanya untuk saling mewujudkan perdamaian.
Sebab setiap agama mempuyai kebanjikan masing-masing. Nilai-nilai kebajikan
inilah yang mengakarkan perdamaian dan keadailan. Karena agama mempunyai
kebajikan masing-masing, maka semua agama mempunyai sumbangsih yang penting
untuk mewujudkan perdamain dan ketentraman. Pada tataran ini mungkin kita
sepakat, bukan agama yang menciptakan intoleransi, tetapi pelaku agama itu
sendiri. Hal ini disebabkan karena kurangya membuka diri untuk melihat
kedamain dan kebaikan diluar dirinya. Ketidakmampuan secara pribadi untuk
mengenali kelemahan diri, dan egois untuk menerima orang lain. Toleranasi
adalah akibat dari mengenal kekurangan diri, dan menerima orang lain sebagai
pathner untuk saling memajukan.
Memperjuangkan keadilan dan kejujuran yang diekspresikan oleh
masyarkat akhir-akhir ini (menyalakan lilin, demo damai, orasi, dan lai-lain)
selain sebagai gerakkan nurani, tetapi juga terus membetuk nurani aagar tidak
terprovokasi oleh praktek-praktek ketidakadilan, saling meningatkan dan
menyadarkan akan pentingnya sikap kritis berdasarkan hati nurani untuk keluar
dari kecemasan-kecemasan yang terjadi. Hati nurani perlu dibentuk dan
terus digerakkan dengan mengarahkan diri untuk selalu peka terhadap
kebenaran dan keadilan, menolak dan menjauhkan diri dari kesombongan dan kepuasan
diri. Pembentukan nurani adalah tanggunjawab seumur hidup. Gerakan nurani
membebaskan diri dari egois, membebaskan diri dari kecemasan, membebaskan
diri dari perasan bersalah palsu, membebaskan diri untuk mengorbankan
yang lain demi kepentingan diri sendiri. Dengan demikian hati nurani
sebagai keputusan akal budi, sehingga manusia berkewajiban mengikuti dan
memutuskan apa yang manusia ketahui. Bukan memutuskan apa yang orang lain
katakan, tanpa dipertibangkan.
Gerakkan nurani yang menyuarakan kecemasan adalah wujud dukungan
masyarakat akan proses hukum adil jujur dan bebas tekanan, demokrasi yang
bersih dan politik yang manusiawi. Semua hal itu terjadi oleh
semangat batin yang berpihak pada keadilan dan mendedikasikan diri untuk melayani
dengan tulus seturut tujuan negara, yakni mensejahterakan rakyat dan melindungi
masyarakat. Karena itu iklim harmonis dalam demokrasi melalui Pemilihan
Umum (PEMILU) sangat dibanggakan. Sebab PEMILU hanyalah jembatan
atau alat, bukanlah tujuan utama untuk membebaskan rakyat dari semua
keterpurukan.
Agama adalah baik adanya. Agama penuh kaya dengan kebajikan.
Kebajikan-kebajikan itu, harus menjadi dasar dalam menciptakan perdamain.
Kita adalah beragama, bernegara yang disatukan dalam UUD I945 diam di
bawah sayap garuda (Pancasila), kaya akan perbedaan suku, ras dan agama, tapi
satu dalam Bhineka Tunggal Ika untuk memajukan negara, dan kita menyebar
dalam perbedaan tapi tetap satu dalam ikatan Negara Kesatuan Repoblik
Indonesia. Kita semua adalah pemeluk agama yang masing-masingnya
mengajarkan kebajikan, solidaritas, cinta kasih, mengahargai perbedaan sebagai
kekayaan membangun bangsa. Hendaklah itu semua dijadikan dasar dalam mengubur
semua kecemasan akan situasi yang memecah bela antar satu dengan lain. Potensi-potensi
membangun bangsa yang hebat justru tercipta diantara kekayaan perbedaan.
Potensi-potensi itu ada diantara kita. Mari membangun negeri!!!
Tulisan ini
sudah dipublikasikan oleh Hariuam Umum Florespos pada kolom ASPIRASI, dan oleh
e-florespost, 2018
Gambar: (https://inpasonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Trimakasih Komentar Anda