Warta Mediapost.com: LILIN: GERAKAN NURANI MENYUARAKAN KEPRIHATINAN https://www.premiumbloggertemplates.com/darry-blogger-template/

Senin, 10 Juni 2019

LILIN: GERAKAN NURANI MENYUARAKAN KEPRIHATINAN







ILUSTRASI 
Resmi Ahok atau Basuki Thacahaya Purnama divonis bersalah kasus penistaan agama islam. Atas kasus itu Gubernur non akatif DKI tersebut  dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh pengadilan Tinggi Negeri Jakarta. Hal itu mendatangkan respon dari berbagai pihak dan elemen masyarakat. Baik respon yang mendukung Ahok masuk penjara maupun penolakan terhadap keputusan tersebut.  Penolakan keputusan terhadap Ahok oleh berbagai elemen masayarakat diekspresikan dengan berbagai bentuk, ada yang demonstrasi damai dan nyalalakan lilin.  Menyalakan Lilin tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara lain.  Lilin dinyalakan disertai orasi-orasi kebangsaan, lagu kenegaraan, dan spanduk-sepanduk yang menuliskan “tolak radikalisme, jaga Bhineka Tunggal Ika, NKRI harga Mati, dan lain sebagainya.         Harus  diakui bahwa, dibalik tuntutan membebaskan Ahok ada begitu banyak tuntan yang disuarakan oleh masayarakat, atau dibalik kekecewaan putusan hakim yang dijatuhkan pada Ahok ada sejumlah kekewatiran atau kecemasan anak bangsa terhadap bumi pertiwi.
Menyalakan lilin adalah gerakkan nurani. Tanda masih kuatnya perhatian publik akan kejujuran, kebenaran, keadilan dan supermasi hukum.  Masih kuatnya kerinduan masyarakat akan pemimpin yang berani jujur, pemimpin yang tulus melayani rakyat. Masih kuatnya kerinduan masyarakat akan demokrasi yang jujur tanpa tekanan.
Lilin dinyalakan adalah panggilan nurani anak bangsa untuk saling memerangi berbagai ketimpangan yang serentak menjadi kecemasan. Gerakan nurani tersebut sebagai bentuk kerinduan rakyat akan pemimpin yang memihak pada kepentingan rakyat, kerinduan akan pemimpin yang menolak korupsi, menolak radikalisme dan menolak seluruh kelompok yang merongrong empat pilar landasan bangsa , yakni Pancasila, UUN 19145, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Kecemasan akan radikalisme dan masuknya individu atau kelompok yang ingin menggangu pilar-pilar bangsa adalah kecemasan semua pihak yang dengan sadar dan sengaja mencintai  Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.  Masuknya ormas radikal mengkrisiskan nilai-nilai toleransi yang menjadi kebanggaan bangsa. Hal ini akan semakin rumit bila dikaitkan dengan agama, atau mengatasnamakan agama. Namun bangsa akan semakin bijaksana bila semua warganya menjadikan kebajikan-kebajikan agamanya untuk saling mewujudkan perdamaian. Sebab setiap agama mempuyai kebanjikan masing-masing. Nilai-nilai kebajikan inilah yang mengakarkan perdamaian dan keadailan.  Karena agama mempunyai kebajikan masing-masing, maka semua agama mempunyai sumbangsih yang penting untuk mewujudkan perdamain dan ketentraman.  Pada tataran ini mungkin kita sepakat, bukan agama yang menciptakan intoleransi, tetapi pelaku agama itu sendiri.  Hal ini disebabkan karena kurangya membuka diri untuk melihat kedamain dan kebaikan diluar dirinya. Ketidakmampuan secara pribadi untuk mengenali kelemahan diri, dan egois untuk menerima orang lain.  Toleranasi adalah akibat dari mengenal kekurangan diri, dan menerima orang lain sebagai pathner untuk saling memajukan.
Memperjuangkan keadilan dan kejujuran yang diekspresikan oleh masyarkat akhir-akhir ini (menyalakan lilin, demo damai, orasi, dan lai-lain) selain sebagai gerakkan nurani, tetapi juga terus membetuk nurani aagar tidak terprovokasi oleh praktek-praktek ketidakadilan, saling meningatkan dan menyadarkan akan pentingnya sikap kritis berdasarkan hati nurani untuk keluar dari kecemasan-kecemasan yang terjadi.  Hati nurani perlu dibentuk dan terus digerakkan  dengan mengarahkan diri untuk selalu peka terhadap kebenaran dan keadilan, menolak dan menjauhkan diri dari kesombongan dan kepuasan diri. Pembentukan nurani adalah tanggunjawab seumur hidup. Gerakan nurani membebaskan diri dari egois, membebaskan diri dari kecemasan,  membebaskan diri dari  perasan bersalah palsu, membebaskan diri untuk mengorbankan yang lain demi kepentingan diri sendiri.  Dengan demikian hati nurani sebagai keputusan akal budi, sehingga manusia berkewajiban mengikuti dan memutuskan apa yang manusia ketahui.  Bukan memutuskan apa yang orang lain katakan, tanpa dipertibangkan.
Gerakkan nurani yang menyuarakan kecemasan adalah wujud dukungan masyarakat akan proses hukum adil jujur dan bebas tekanan, demokrasi yang bersih  dan politik yang manusiawi.  Semua hal itu terjadi oleh semangat batin yang berpihak pada keadilan dan mendedikasikan diri untuk melayani dengan tulus seturut tujuan negara, yakni mensejahterakan rakyat dan melindungi masyarakat. Karena itu iklim harmonis dalam demokrasi melalui  Pemilihan Umum (PEMILU)  sangat dibanggakan. Sebab PEMILU  hanyalah jembatan atau alat, bukanlah tujuan utama untuk membebaskan rakyat dari semua keterpurukan.
Agama adalah baik adanya. Agama penuh kaya dengan kebajikan. Kebajikan-kebajikan itu, harus menjadi dasar dalam menciptakan perdamain.  Kita adalah beragama, bernegara  yang disatukan dalam UUD I945 diam di bawah sayap garuda (Pancasila), kaya akan perbedaan suku, ras dan agama, tapi satu dalam Bhineka Tunggal Ika untuk memajukan negara, dan kita menyebar  dalam perbedaan tapi tetap satu dalam ikatan Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.  Kita semua adalah pemeluk agama yang masing-masingnya mengajarkan kebajikan, solidaritas, cinta kasih, mengahargai perbedaan sebagai kekayaan membangun bangsa. Hendaklah itu semua dijadikan dasar dalam mengubur semua kecemasan akan situasi yang memecah bela antar satu dengan lain.  Potensi-potensi membangun bangsa yang hebat justru tercipta diantara kekayaan perbedaan. Potensi-potensi itu ada diantara kita. Mari membangun negeri!!!


Tulisan ini sudah dipublikasikan oleh Hariuam Umum Florespos pada kolom ASPIRASI, dan oleh e-florespost, 2018
Gambar: (https://inpasonline.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trimakasih Komentar Anda

Lainya: Tulis Saja.Com

Kata Ruben Onsu: Dia Anak Laki-laki kami