Mawar Misteri 19
Ilustrai (Sember: https://m.timesindonesia.co.id)
"engkau wajib bangga dan bahagia dengan apa yang sedang dimiliki saat ini.
Janganlah berpikir apa yang membuat saya bahagia,
tetapi bangga dan bahagialah
dengan apa yang saya miliki saat ini"
Hari demi hari ku lewati dalam kesendirian tanpa ada seorang diri yang dapat membuatku kuat. Kulewati hari dalam sejuta rasa akan perasaan yang juga aku sendiri tidak tahu kepada siapa perasaan itu ku persembahkan. Perasaan itulah sebagai hasil pergulatanku dalam petualang cinta yang tak kunjung batas. Itulah baris pertama dalam kehidupan seorang pria yang sering disapa Yakup. Baris-baris itu ditulisnya dalam buku hariannya. Oleh karena itu kata “aku dan saya pada kalimat berikutnya adalah untuk menunjukan kepada pribadi Yakup”
Siang dan malam aku lalui sebagaimana biasanya, malam minggu yang adalah malam kebahagian bagi pemuda dan pemudi, tapi bagi saya itu biasa saja.
Sempat terlintas dalam pikiranku “mengapa ya, malam minggu itu disebut malam panjang dan malam yang paling bahagia bagi kaum remaja dan pemuda atau pemudi”
Mungkin karena malamnya pajang dari malam biasanya, atau mungking ada hal lain yang panjang dengan sendirinya bagai tangkai mawar di taman itu, seperti khayalan yang membawa diri pada dunia yang yang taka ada batas waktu dan ruangnya. Tapi jarum jamku tetap bergerak seperti biasanya. Sambil melihat jam didingku yang bergambar mawar tertata rapi menghiasi dinding apartemenku.
Ah. Mengapa aku jadi gila?? Cukup.Cukup untuk memimikirkan hal itu lagi. Ngamukku dalam diam.
Lalu aku kembali melihat handphone (HP) ku untuk mengecek pesan masuk. Yah. Yang ada hanya pesan masuk dari telkomsel. Bila HPku berdering untuk menandakan ada pesan masuk. Itu sudah pasti pesan dari telkomsel. Sehingga akupun kadang-kadang tak penduli jika ada pesan masuk. Untuk beli pulsa non data pun tidak sering, jika dibandingkan dengan membeli pulsa data. Mau sms atau telpon siapa, coba? Kecuali aku sedang ingat bapa, mama, adik dan teman-teman, baru ku beli pulsa. Sedikit malas juga sih. Karena bagiku pesan dari telkomsel adalah tamu wajib di HPku. Bahkan setiap pagi, siang, sore dan malam. Bunyi Cring pada tabletku selalu memanggilku untuk membaca pesan dari Om telkomsel. Kadang aku berpikir, rupanya telkomsel tahu bahwa orang ini sedang sepih. Itulah kalimat penghibur diri.
Ah, begitu sepihnya hidupku. Gundahku dalam hati sambil mempersiapkan tempat tidur untuk istrahat malam.
Pagi kembali menyapaku. Kesetian mentari menyinari bumi membuat aku bergerak lebih cepat sebelum sinar itu muncul diufuk Timur. Bergerak cepat untuk mempersiapan sarapan pagi, sebelum berangkat ke tempat kerja. Karena setiap hari, kecuali hari Minggu dan hari libur saya harus berangkat kerja pada jam. 06.40.
Sungguh sepih. Memang. Bukan karena aku tidak mempunyai teman, atau sahabat. Tetapi karena hati belum sanggup untuk menuliskan kalimat ini “I love you” kepada seseorang yang juga aku tidak tahu kepada siapa.
Ah, atau mungkin aku lupa. “Tuhan, bila aku lupa tentang rasa dan prasaan ini kepada seseorang yang sudah saya ungkapkan. Sadarkan aku Tuhan” Doa hatiku sambil menikmati secankir kopi di Kantin Alosius Ruteng yang letaknya tidak jauh dari almamaterku.
Secangkir kopi sudah habis, jam istrahat pun sudah selesai. Saatnya saya harus kembali ke tempat kerjaku. Sementa sebelah kiri ruangan itu ada lima wanita mawar yang asyik diskusi dan yang lain sedang ketik. Rupanya mereka sedang menyelesaikan tugas. Mataku..seakan enggan untuk berkedip melihat ketekunan dan wajah mereka yang rupawan. Kusampaikan itu dalam senyum khasku sebagai pria yang beripi lesung sembari menganggukkan kepala sebagai tanda untuk pulang mendahului mereka.
Senyuman itu sedikit menggangguku. Seakan kursi yang kududuk di kantorku menyuruhku untuk mencari salah seorang wanita mawar yang membalas senyumku di kantin itu.
Yakop, saatnya kerja! Sekarang bukan waktunya lagi untuk membayangkan senyuman itu, apalagi untuk mencarinya. Kumencoba menyakinkan diri dan menciptkan keseriusan.
Jarum jam sudah menunjuk pada Pukul 14.10. Saatnya aku pulang. Aku pulang dengan bangga. Jujur, saat itulah aku baru pertama kalinya menyaksikan senyuman yang durasi waktunya sekitar tiga detik.
Mengapa tadi saya tidak tanya namanya? Atau minta nomor handphne, alamat faceboonya, twiter atau PIN BBMnya. Sial. Ngamukku dalam hati sambil membuka pintu kamar apartemenku. Krek.
Apakah ini saatnya prasaan cinta yang sekian lama kukubur kini muncul lagi? Ataukah kesepian hati sudah mencapai klimks. Sudalah. Biarkan rasa dan pemilik senyum itu berlalu dan terbenam bersama mentari. Sahutku dalam hati sambil mempersiapkan makan siang.
Yakup! “Banyak orang yang menciptkan kesepian untuk dirinya sendiri, karena ia lupa hal-hal yang membuatnya bahagia. Banyak pula yang lupa bahwa dirinya sedang mengarah pada kesepian, karena dia melihat kebahagian itu hanya berasal dari satu sisi saja, seperti harta, kedudukan, pujian, pacar dan lain sebagainya. Mungkin saat ini mawarmu sedang menyelesaikan tugasnya atau mungkin masih konsentrasi denangan profesinya. Tapi hari ini engkau wajib bangga dan bahagia dengan apa yang sedang dimiliki saat ini. Janganlah berpikir apa yang membuat saya bahagia, tetapi bangga dan berbahagialah dengan apa yang dimiliki saat ini. Menyukai lawan jenis itu nomal dan hal biasa, Bro. Kataku sambil tertegun setelah menikmati hidangan siang. Masak ala anak apartemen.
Ya, sudalah, mungkin mawarku berada diantara mawar lainya, begitupun kekasihku berada dintara gadis-gadis di jagat ini. Mungkin belum saatnya kutemuka dia diantara duri-duri mawar itu, hingga saatnya kuikralkan dia bersama mekarnya sang mawar.
Lalu sampai kapan kuharus menunggu. Sahutku dalam hati sambil menikmati secangkir kopi tanpa gula sembari mengepul asap rokokku.
Dimana mawarku? Pertanyaan itu kembali menguak dalam hatiku sambil melihat dan membeli sayur segar di pasar itu.
Bu, di manakah mawarku? Tanyaku tanpa sadar kepada penjual sayur itu.
Maksudnya? Jawab pejual itu dalam kebinggungan.
Adik, di sini tempat menjul sayur. Bukan menjual mawar. Kata penjual itu dengan nada ramah.
Opss. Maaf bu. Aku mau membeli bayam merah. Jawabku dalam nada kurang percaya. Yah. Bagaimana tidak malu, tanya mawar di tempat jual sayur, sama halnya tanya wortel di tokoh semen.
Ohh. Soal bayam di sini tempatnya. Mau beli berapa diks?
Beli Rp10.000 saja bu. Jawabku sambil menyerahkan uang kepada ibu Raes. Penjual sayur itu.
Kuterima daun bayam itu yang sudah diisi dalam katongan plastik berwarna hijau. Trimakasih bu.
Bu, Lupakan saja soal mawarnya. Guyonko sambil meninggalkan tempat itu.
Kukembali melangkahkan kaki mencari sayur lainya.
Namun ada satu yang menggangu padanganku, saatku mencari stand yang menjual wortel.
Aku pun tak sabar untuk mendekatinya. Supaya penglihatanku tidak terhalang.
Kuberjalan dengan penuh percaya diri, dan menanyakan dengan penuh lembut. Tapi bukan lebay.
Halo, selamat sore. Sahutku sambil memilih wortel yang baik. Sore juga kak. Jawabnya dengan suara yang amat lembut.
Halo, selamat sore. Sahutku sambil memilih wortel yang baik. Sore juga kak. Jawabnya dengan suara yang amat lembut.
Suara itu tidak asing ku dengar? Itu siapa yah? Jangan-jangan…tanyaku dalam hati sambil (sambil mebayangkan gadis yang pernah kulihat di kantin kala itu) mengarahkan pandangan kepada sumber suara yang penuh arti itu. Ops. Ekspresiku dalam hati.
Kok bisa yah, saya ketemu dengan dia lagi. Hari ini, saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Kucoba menyakinkan diri dalam diam untuk sedikit lebih berani.
Oh. Ternyata kamu. Kamu mau beli sayur juga. Tanyaku sambil memandang ke arahnya.
Ya…Kak. Jawabnya. Sory..diks. Boleh aku tahu namamu, maaf tidak sopan. Kalau bisa denga….n nomor HP.
Tak pa-apa kak. Nama ku Rahel. Ini nomor HPku. Dengan cepat aku mengambil HPku dari dalam tas, memilih dan mengetik angka sesuai yang dibacakannya.
Trimakasih diks. Nanti saya telphon ya. Hehhhehe. Guyonku sambil memohon pamit untuk meninggalkan tempat itu mendahuluinya.
Yes..yes. langkah pertama berhasil. Tidak berpikir panjang. Akupun menelponnya sekaligus memberitahukan bahwa aku pria yang meminta nomornya di pasar saat itu.
Pagi, siang dan malam kami selau berkomunikasi. Walau hanya melalui SMS.
Satu bulan 19 hari kami selalu berkomunikasi. Hatiku semakin percaya diri bahwa wanita mawar yang pernah kubanggakan senyumnya sudah ada dan sedang bersahabat denganku. Mudah-mudahan pikiranku tidak melest?
Kebranianku sudah memuncak. Aku masih ingat, waktu itu pukul 19.00 kuberanikan diri untuk menyatakan apa yang sedang kupikirkan.
Dengan meminjam sedikit bahasa kitab suci kukatakan ini
Rahel.
“Bila biji gandum jatuh ke tanah , ia pasti bertumbuh dan berbuah, tetapi jika ia jatuh di atas pasir ia akan mati dan tidak berbuah.
Identikal dengan tentang rasa ini.
Bila aku tidak mengungkapkannya, kamupun tidak tahu tentang rasa dan prasaan yang kumiliki. Bila aku tidak mengungkapkannya, aku pun tidak tahu bagaima jawabanmu. Aku menyatakan ini supaya kamu tahu tentang rasa ini dan aku juga akan segera tahu bagaimana jawabanmu. Kaulah mawarku diantara mawar lainya. Kaulah gadisku diaantara gadis-gadis lainya di bumi ini.
Dengan penuh percaya diri, kukirimkan kalimat ini kepadanya. Berharap dalam ketaksabaran untuk segera mendapatkan jawban.
Copy yang terlanjur dingin macamnya terasa panas. Hawa Ruteng yang dingin memdadak terasa panas. Gemuruh hati bagaikan gempa bumi. Seperti itulah suasana hatiku, saat setelah mengirimkan pesan itu kepada calon mawarku.
Cring. Tanda pesan masuk di HPku. Akupun segera membukanya untuk mengetahui jawabannya.
SSET. Ternyata pesan dari telkomsel. Ya. Sedikit kecewa. Tapi setidaknya Om Telkomsel hadir mencairkan suasana. Yang penting dia tidak mogok. Sambil mengambil sebatang rokok yang ada di atas mejaku.
Cring. Bunyi itu kembali memanggilku untuk membuka pesan yang masuk.
Ah. Jangan-jangan itu om telkomsel lagi. Biar sajalah. Nadaku sedikit ragu sambil mengupul asap rokok.
Rasa penasaranku semakin memuncak. Akupun memutuskan untuk membuka dan membacanya. Kuat dalam ingatanku saat itu mununjuk pada pukul 19.19. 19 kumengucakan kalimat ini
Kak.
“Aku tahu tentang rasa dan perasaan yang kakak miliki. Satu hal yang perlu kak tahu adalah setiap kesempatan dan pertemuan mempunyai harapan dan ceritanya sendiri. Begitupun aku.
Saat pertama kali kumenerima sapamu dalam senyum dikantin kala itu, kuberharap kita bisa bertemu lagi tidak hanya sapa dalam senyum, tetapi komunikasi dalam bahasa kata. Kita berbahasa dalam lingkaran persahabatan. Tidak lebih.
Namun aku bangga saat waktu menginjinkan kita dipertemukan. Aku bangga tentang rasa dan perasaan itu. Perasaan untuk meranggkai cinta bersamaku.
Karena sebenarnnaya aku sudah mencintai walaupun belum dicintai. Aku sudh memiliki walauapun belum dimiliki. Tapi saat ini. Aku mencintai dan sudah dicintai. Aku memiliki dan sudah dimiliki”
Dia adalah...
Kring.Kring..Kring..Ah ada telfon masuk lagi. Syukur cuman miskol. Setidaknya saya cepat-cepat mengetahui siapa orang yang dimiliki dan dicintai Rahel. Nadaku dalam mengiringi jemari membuka aplikasi pesan masuk untuk kembali membaca sms itu.
Dia adalah. Dia yang mencinta dan menyangiku serta memilihku adalah orang yang sedang mambeca sms ini. I love you Kup.
Serasa berada di atas awam, yang dikelilingnya ada mawar-mawar yang sedang mekar. Mekar menghiasi bumiku, menghiasi hatiku. Itulah rasa yang kumiliki saat setelah membaca pesan darinya, Rahel, sembari kumemilih huruf-demi huruf pada tablet Huaweiku untuk membalas smsnya.
Pemilik senyum yang menawan itu menjadi milikku dan selalu mencintainya. Sharing pengalaman dan saling memotifasi adalah hal yang terus kami lakukan. Tak akan kubiarkan senyum itu berlalu dari padaku. Forever.
Kamipun saling menyapa dan berkomunikasi walau melalui sms. HP selalu berdering tepat pada waktunya. Pagi, sing, sore, dan malam.
Rahel. Mawar 19ku. I will not release you. Angka sembilanbelas terimakasih.
*Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf bila ada kesamaan alur cerita dan nama tokoh. Itu hanya kebetulan.
Cerpen ini sudah dipublikasikan oleh : E-Florespost. Kamis, 06/04/2017, dengan Judul Mawar 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Trimakasih Komentar Anda